BAB 3
Hukum
Perdata
A.
Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Hukum
Perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang
pada awalnya berinduk pada kitab Undang-Undang hukum perdata yang aslinya
berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijik Wetboek dan biasa di singkat
dengan BW. Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan
Undnag-Undang RI, misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan dan UU
Kepailitan. Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April
1874 melalui Staatsbland No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah
Indonesia merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUH
Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan UU
baru berdasarkan UUD ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata
Indonesia.
B.
Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum
perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun
berdasarkan hukum Romawi "Corpus Juris Civilis" yang pada
waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang
berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (Hukum Perdata)
dan Code de Commerce (Hukum Dagang). Sewaktu Perancis
menguasai Belanda. kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang
masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari
Perancis (1813).
Pada
tahun 1814 Belanda mulai menyusun kitab UU Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS
negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M
Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada
tahun 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang
menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan
Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembukaan dua
kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah
terjadi pemberontakan di Belgia yaitu:
-BW
(atau kitab Undang-Undang Hukum Perdata belanda )
-WvK
(atau yang dikenal dengan kitab Undang-Undang Hukum dagang)
Menurut
J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan
yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
C.
Pengertian dan Keadaan Hukum di Indonesia
Hukum
perdata itu sendiri adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kewajiban antara
individu dalam
masyarakat. Dalam tradisi hukum daratan Eropa (civil
law) dikenal pembagian hukum menjadi 2 yakni hukum publik dan hukum
privat/hukum perdata.
Keadaan
Hukum di Indonesia
Semenjak
Indonesia merdeka hingga saat ini, sistem hukum di Indonesia mengalami banyak
perubahan. Perubahan ini sangat erat kaitannya dengan perubahan sistem politik
yang terjadi. Pada masa orde lama, Indonesia menganut sistem politik demokrasi
liberal. Dalam demokrasi liberal, keputusan mayoritas haruslah tidak melanggar
hak-hak individu yang tercantum dalam konstitusi. Demokrasi yang di anut pada
masa itu adalah demokrasi terpimpin yang cenderung otoriter. Setelah kekuasaan
orde lama berakhir, muncul lah sebuah dinasti baru dalam sejarah perjalanan
bangsa Indonesia yang disebut orde baru. Namun sekali lagi, orde
baru melaksanakan kepimpinan secara otoriter. Sehingga sistem hukum pada masa
itu tidak jauh berbeda dengan orde sebelumnya. Bangsa Indonesia memandang bahwa
era reformasi ini merupakan saat yang tepat untuk membenahi tatanan kehidupan
bangsa. Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan amandemen terhadap UUD
1945 merupakan hukum dasar yang menjadi acuan bernegara dalam segala bidang.
Setelah itu, dilakukanlah pembenahan dalam pembuatan perundang-undangan, baik
yang mengatur bidang baru maupun penyesuaian peraturan lama dengan tujuan
reformasi.
Kita
hidup sebagai bagian dari era reformasi. Pada era ini, sudah berkali-kali
terjadi perubahan tampak kekuasaan. Mulai dari Prof. BJ Habibie yang seorang
ilmuan hingga pemimpin saat uni, SBY, yang merupakan seorang yang berasal dari
kalangan militer. Namun bisa dikatakan bahwa mereka semua belum mampu untuk
menciptakan sebuah kondisi hukum yang benar-benar ADIL.
Saat ini kita masih sering mendengar kabar tentang bagaimana
seorang rakyat kecil dijauhkan dari keadilan hukum yang seharusnya mereka
dapatkan. Prita misalanya, seorang terpidana kasus dugaan pencemaran nama baik
RS. Omni Internasional. Ada keganjalan dalam putusan kasasi MA dalam kasus ini.
Dimana adanya pertentangan antara putusan kasasi pidana dan perdata pad Prita.
Dalam putusan perdata, Prita dinyatakan belum terbukti melakukan pencemaran
nama baik dan dibebaskan dari membayar denda kepada RS. Omni Internasional.
Sementara dalam putusan Pidana, Prita justru terbukti bersalah dan divonis enam
bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.
Contoh kasus diatas cukup menggambarkan tentang Kondisi Hukum di
Indonesia, khususnya kasus Pedata yang menjadi sorotan utama saya dalam
membahas tentang Kondisi Hukum di Indonesia. Contoh tersebut hanyalah sebagian
kecil dari banyaknya ketidakadilan yang terjadi dalam pelaksanaan hukum di
Indonesia. Ketidakadilan tersebut bukan hanya diakibatkan oleh sistem hukum di Indonesia.
Ketidakadilan tersebut bukan hanya diakibatkan oleh sistem hukum yang kurang
baik tetapi juga diakibatkan oleh mentalitas penegak hukum yang lemah. Para
penegak hukum seringkali dengan mudahnya tergoda dengan iming-iming jabatan,
Jaksa Cyrus Sinaga misalnya yang menjadi terdakwa atas dugaan melakukan
manipulasi terhadap kasus mantan pemimpin KPK, Antasari Azhar.
D. Sistematika Hukum Perdata di
Indonesia
Sistematika
Hukum Perdata terbagi menjadi 2, yaitu :
1.
Menurut ilmu hukum / ilmu pengetahuan, yang terdiri dari :
-
Hukum tentang orang / hukum perorangan / badan pribadi
-
Hukum tentang keluarga / hukum keluarga
-
Hukum tentang harta kekayaan / hukum harta kekayaan / hukum harta benda
-
Hukum waris / erfrecht
2.
Menurut Undang-Undang / Hukum Perdata, yang terdiri dari :
-
Buku I tentang orang / van personen
-
Buku II tentang benda / van zaken
-
Buku III tentang perikatan / van verbintenisen
-
Buku IV tentang pembuktian dan kadaluarsa / van bewijs en verjaring
Apabila
kita gabungkan sistematika menurut ilmu pengetahuan ke dalam sistematika
menurut KUH Perdata maka :
-
Hukum perorangan termasuk Buku I
-
Hukum keluarga termasuk Buku I
-
Hukum harta kekayaan termasuk Buku II sepanjang yang bersifat absolut dan
termasuk Buku III sepanjang bersifat relatif.
-
Hukum waris termasuk Buku II, karena Buku II mengatur tentang benda sedangkan
hukum waris juga mengatur benda dari pewaris / orang yang sudah meninggal
karena pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik yang di
atur dalam pasal 584 KUH Perdata.
REFERENSI: