Jumat, 29 Maret 2013

BAB 2 Subyek dan Obyek Hukum



BAB 2
Subyek dan Obyek Hukum

A. Subyek Hukum

Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.
1. Manusia (naturlife person)
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain.

2. Badan Hukum (recht person)
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dann kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.

B. Obyek Hukum

Obyek hukum ialah segala sesuatu yang dapat menjadi hak dari subyek hukum. Atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek suatu perhubungan hukum. Obyek hukum dapat pula disebut sebagai benda. Merujuk pada KUH Perdata, benda adalah tiap-tiap barang atau tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh Hak milik.

Benda itu sendiri dibagi menjadi:

1. berwujud / konkrit
- bergerak sendiri, contoh : hewan
- digerakan, contoh : kendaraan
- benda tak bergerak, contoh : tanah, pohon, dsb

2. Tidak Berwujud/ Abstrak contoh gas, pulsa dsb.


C. Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)

Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan, jika debitor melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian, hak jaminan tidak dapat berdiri sendiri, karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjianutang-piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian utang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun tersirat dalam Pasal 1754 KUH Perdata tentangperjanjian pinjam pengganti , yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.

Macam-macam Pelunasan Piutang :
Dalam pelunasan utang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan pelunasan yang bersifat khusus.

1. Pelunasan Utang dengan Jaminan Umum
Pelunasan utang dengan jaminan umum didasarkan pada Pasal 1131 KUH Perdata dan Pasal 1132 KUH Perdata.

Sementara itu, dalam Pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitor, baik yang ada maupun yang akan ada, baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan utang yang dibuatnya.

Sedangkan Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberikan utang kepadanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yakni menurut besar kecilnya piutang masing-masing. Kecuali, jika diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.

Dalam hal ini, benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
- benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
- benda tersebut dapat dipindahtangankan haknya kepada orang lain.

2. Pelunasan Utang dengan Jaminan Khusus
Dalam pada itu, merupakhan hak khusus bagi jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.

REFERENSI:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar