BAB
2
Subyek dan Obyek Hukum
A. Subyek Hukum
Dalam
dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia
dan badan hukum.
1. Manusia
(naturlife person)
Menurut
hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau
secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum.
Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal
dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai
subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun,
ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang
"tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum
mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain.
2. Badan
Hukum (recht person)
Badan
hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status
"persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dann kewajiban. Badan
hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti
melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan
sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah
badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman
penjara, tetapi badan badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.
B. Obyek Hukum
Obyek
hukum ialah segala sesuatu yang dapat menjadi hak dari subyek hukum. Atau
segala sesuatu yang dapat menjadi obyek suatu perhubungan hukum. Obyek hukum
dapat pula disebut sebagai benda. Merujuk pada KUH Perdata, benda adalah
tiap-tiap barang atau tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh Hak milik.
Benda itu
sendiri dibagi menjadi:
1.
berwujud / konkrit
- bergerak
sendiri, contoh : hewan
-
digerakan, contoh : kendaraan
- benda
tak bergerak, contoh : tanah, pohon, dsb
2. Tidak
Berwujud/ Abstrak contoh gas, pulsa dsb.
C. Hak Kebendaan yang Bersifat
Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang (hak
jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan
kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan
jaminan, jika debitor melakukan wansprestasi terhadap suatu
prestasi (perjanjian).
Dengan demikian, hak jaminan tidak dapat berdiri sendiri, karena
hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari
perjanjian pokoknya, yakni perjanjianutang-piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian utang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara
terperinci, namun tersirat dalam Pasal 1754 KUH Perdata tentangperjanjian
pinjam pengganti , yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam
harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Macam-macam Pelunasan Piutang :
Dalam pelunasan utang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan
yang bersifat umum dan pelunasan yang bersifat khusus.
1. Pelunasan Utang dengan Jaminan Umum
Pelunasan utang dengan jaminan umum didasarkan pada Pasal 1131
KUH Perdata dan Pasal 1132 KUH Perdata.
Sementara itu, dalam Pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa
segala kebendaan debitor, baik yang ada maupun yang akan ada, baik bergerak
maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan utang yang
dibuatnya.
Sedangkan Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan
debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberikan
utang kepadanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut
keseimbangan, yakni menurut besar kecilnya piutang masing-masing. Kecuali, jika
diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini, benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum
apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
- benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
- benda tersebut dapat dipindahtangankan haknya kepada orang
lain.
2. Pelunasan Utang dengan Jaminan Khusus
Dalam pada itu, merupakhan hak khusus bagi jaminan tertentu bagi
pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
REFERENSI:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar